Tanggal Pertama di Tahun 2014

Published April 24, 2014 by prinprincess

Tepat satu tahun yang lalu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selama tiga ratus enam puluh lima hari berikutnya. Sama seperti hari ini dan tanggal satu di tahun-tahun berikutnya, kalau aku masih punya umur. Duduk di depan layar laptop hari ini dan mengingat-ngingat apa saja yang telah kulalui tahun lalu, membuatku sesekali bergidik, bahkan di tahun 2013 pun aku masih nampak seperti bocah hanya saja umurnya sudah enam belas tahun. Banyak hal konyol yang ingin kulupakan dan tak begitu banyak hal yang ingin kuingat. Aku hanya ingin mengingat sesuatu yang bermanfaat, yang direstui Tuhanku Allah SWT, sisanya: pelanggaran-pelanggaran yang kulakukan yang tak terhitung jumlahnya, aku hanya mohon diampuni.

Seperti sudah pekerjaan, rasanya tidak lengkap bila aku tidak membuka tahunku dengan menuliskan beberapa kejadian dalam kertas digital keluaran 2007 ini. Di malam terakhir tahun 2013, aku berkumpul bersama saudara-saudaraku, tidak seperti biasanya. Tahun-tahun sebelumnya aku kebanyakan bertiga bersama teman masa kecilku. Malam kemarin begitu terasa kekeluargaannya. Acara tahunan seperti bakar-bakar daging dan jagung tidak kami lewatkan. Kami yang masih muda-muda semua berkumpul di ruang tengah rumah sambil menonton film ‘Cinta dalam Kardus’-nya Raditya Dika yang ternyata tidak membuat kami banyak tertawa seperti halnya ketika kami menonton film lain Raditya Dika semisal ‘Manusia Setengah Salmon’. Sehingga acara itu lebih fokus kepada acara makan, bukan menontonnya. Kasihan juga, film itu agak diabaikan.

Emm, pernahkah kalian bersama saudara-saudara kalian berjalan-jalan di sebuah mall yang sudah hampir tutup seluruhnya-hanya tinggal dua restoran cepat saji yang buka- di malam tahun baru? Yah, ketika itu masih banyak orang selain kami sih. Tapi sensasi flat tapi agak unik cukup terasa. Bagian favoritku bukan ketika di mall-nya, tapi ketika pergi dan pulang. Kami berenam mengendarai motor di malam hari. Itu asik. Aku… sebenarnya paling suka naik motor, dibonceng. Ada sensasi yang membuatku ketagihan. Dibonceng dengan motor membuatku merasa bebas, seolah pikiran-pikiran yang memberatkanku selama ini terbang bersama angin-angin yang berhembus sepanjang perjalananku. Aku adalah gadis yang paling senang diajak pergi pakai motor.

Tidak seperti beberapa tahun yang lalu, tengah malam di pergantian tahun, aku tidak bangun, aku tidak melihat seribu kembang api malam itu. Aku hanya tertidur, tanpa mendengar sedikitpun dentuman kembang api tanda bergantinya tahun. Bahkan aku terbangun pukul setengah delapan pagi. Ibuku yang memberitahunya karena ibuku yang membangunkanku (oh bahkan aku dibangunkan). Tapi bukan masalah bangun siang dan bukan pula masalah yah aku nggak lihat kembang api semalem!, tapi masalah yang berjuta kali lipat lebih besar daripada semua masalah di dunia: aku tidak shalat Subuh. Aku menyadari hal itu ketika aku masih setengah bangun di tempat tidurku, dan satu yang kupikirkan saat itu adalah tidak shalat Subuh di awal tahun, itu pertanda buruk. Besar harapanku itu semua salah. Yah, siapa yang ingin ditimpa kejadian buruk di sepanjang tahun? Aku memutuskan untuk melaksanakan shalat Dhuha, kuharap bisa membantu mengurangi hukumanku di akhirat kelak. Aamiin. Bantu aku mengamini hal ini, tolong.

Dan di hari pertama di tahun  2014, aku melakukan sesuatu yang menyenangkan: membongkar celengan. Yeay! Kalian yang di masa kecilnya gemar menabung di celengan, kalian pasti ingat bagaimana senangnya membongkar celengan kemudian menjumpai lembar-lembar dan logam-logam bernilai tumpah berserakan di lantai? Aku merasakannya lagi. Kurasa fenomena celengan ini menang dari banyak sisi ketimbang bank dan kawan-kawannya. Beberapa kesimpulan yang dapat kutarik dari kegiatan menabung di celengan ini di antaranya:

  1. Hemat. Dengan mengingat bahwa di rumah, kita punya celengan yang harus diisi, kita pasti akan lebih bijak dalam menggunakan uang. Karena kita tahu jika celengan tidak diisi, tidak ada hasil yang bisa membantu kita untuk memenuhi kebutuhan kita ketika celengan dibongkar nanti.
  2. Sabar. Kutargetkan celenganku akan kubongkar satu tahun kemudian. Satu tahun bukan waktu yang sebentar juga. Dan sementara itu aku harus semakin bijak dalam menentukan yang mana kebutuhan dan yang mana yang hanya keinginan semata. Bukankah semakin lama kita menunggu, kita akan semakin bahagia ketika apa yang kita tunggu akhirnya datang?
  3. Meskipun keamanannya mungkin tidak sehebat di bank, tapi menabung di celengan di abad 21 jauh dari kesan mainstream dan punya sensasi berbeda yang membuat umur terasa lebih muda. Tidak penting memang, sensasi-sensasi itu, tapi bagiku, itu memberikan pengaruh yang baik terhadap kesehatan psikisku.

Intinya, menabung di celengan adalah kegiatan kesukaanku dan sampai sekarang masih kulanjutkan dengan senang hati.

Siangnya, aku dan kedua saudara perempuanku memutuskan untuk berjalan-jalan ke kota, mencari udara baru. Tapi kota Bandung masih begitu-begitu saja: masih jadi favorit turis berdarah Jakarta murni, sebagian kecil dari daerah lain. Tak ada yang bisa disalahkan juga, kota kelahiranku ini memang luar biasa, kurasa. Maksudku, meskipun aku dilahirkan kembali menjadi orang Jakarta dan tinggal di Jakarta dengan keluarga yang sama, akupun akan melakukan hal yang sama: berlibur ke Bandung meski aku tidak akan berkontribusi dalam acara meningkatkan kemacetan kota Bandung.

Ah, kita kembali dengan berjalan-jalan dengan saudara perempuan. Percayalah, ini bukan seperti yang kalian bayangkan. Kami bukan seperti tiga-bersaudara-shopping-dengan-senang-hati, kami hanya seperti tiga saudara yang seakan hari itu memang harus pergi bersama dan bukannya keinginan masing-masing. Sehingga, sepanjang perjalanan kami semua sibuk dalam diamnya sendiri, yang satu sibuk membaca komik, yang satunya sibuk melihat-lihat sisi jalanan kota, dan aku, mataku penuh dengan bayang-bayang pikiran, sebagian besar berbicara kepada diri sendiri. Bahkan ketika sampai di tempat tujuan, kami masih hening. Hanya ketika kami berjumpa dengan tiga saudara laki-laki kami mulai agak cair, meskipun saat itu kami terlihat seperti sekelompok remaja labil.

Singkat cerita, bagian kesayanganku setiap kali pergi ke kota adalah: toko buku. Niatku membeli buku hari itu selalu saja terhapus setiap kali aku melihat price tag. Yeah! Tidak apa-apa, itu cukup menguntungkanku karena artinya aku bisa hemat. Dan kebiasaanku setiap kali ke toko buku adalah keluyuran sendirian. Sekalipun aku mungkin berada di toko buku bersama empat puluh temanku, aku bisa yakinkan kalian bahwa aku pasti selalu keluyuran, gentayangan ke seluruh sudut toko buku seakan aku tidak terlihat oleh orang-orang. Rak kesukaanku adalah bagian novel, psikologi, dan agama. Rak bagian bahasa dan sastra di toko itu tidak cukup menarik, tidak seperti di toko buku kesukaanku di tempat lain sehingga aku tidak berniat menghampirinya.

Kupikir genre novel kesukaanku adalah roman-drama, science-fiction atau fantasi semacam Harry Potter, Percy Jackson and the Olympians, dan sebagainya. Yang membuat aku gemas adalah ketika aku melihat rak novel fantasi, ada seri The Mortal Instruments, serial yang film dari seri pertamanya membuatku menontonnya sampai berkali-kali. Tapi, yah, aku tidak bisa membeli novel-novel itu begitu saja. Itu diluar kebutuhanku dan ini 2014, salah satu resolusiku adalah untuk berhenti membeli apa yang tidak begitu penting bagi akhiratku.

Terkait masalah kesehatan yang menggangguku, aku juga jadi rajin mengunjungi rak bagian kesehatan. Dan siang itu mataku ditarik untuk melihat satu buku yang memuat jelas masalah utama kesehatanku: sakit kepala. Judul buku itu adalah “Awas! Sakit Kepala Jangan Dianggap Sepele!” Oh, aku rasa buku itu memarahiku. Langsung saja aku ambil buku yang sudah terbuka segelnya dan duduk di kursi yang telah disediakan.

Sakit kepala migrain, tension, kluster, dan yang lain yang aku sudah lupa, semuanya adalah jenis-jenis sakit kepala. Setelah membaca semua penjelasan jenis-jenis itu, bahkan aku masih tidak tahu sakit kepalaku termasuk jenis apa. Di halaman-halaman awal, sebelum uraian jenis sakit kepala, ada pengertian tentang sakit kepala dan segala tetek-bengek penjelasan lengkap yang berkaitan dengan sakit kepala. Yang menarik perhatianku adalah penjelasan berjudul “Sakit Kepala yang Harus Segera Dirujuk ke Dokter” dalam poin entah poin berapa, katanya: sakit kepala yang terjadi berulang-ulang, di lokasi yang sama, dan entah apalagi. Kurasa begitu kata-katanya, aku tidak yakin juga sih. Tapi intinya, dalam poin itu menjelaskan dengan sangat jelas bahwa sakit kepala yang kualami ternyata termasuk ke dalam sakit-kepala-yang-harus-segera-dirujuk-ke-dokter. Responku sama: tidak. Alasannya sudah sangat bosan untuk kutulis.

Di halaman lain dengan topiknya yaitu hal yang berkaitan dengan sakit kepala, ada poin juga yang menyangkut sakit kepalaku. Dikatakan bahwa sakit kepala tipeku biasanya adalah sakit kepala yang disebabkan faktor psikogenis atau apa? Yah pokoknya kata depannya ‘psiko’. Kuartikan itu sebagai faktor stress dan tekanan mental. Jadi intinya, biasanya sakit kepalaku disebabkan karena psikisku terlalu tertekan. Begitu? Entahlah, aku masih tidak bisa memahami sakit kepalaku sendiri sekalipun aku telah berkali-kali membuka gerbang internet dan membaca literatur-literatur yang membuat kepalaku serasa lebih sakit. Yang ngeri-nya lagi, ketika membaca sakit kepala yang menjadi tanda penyakit serius seperti kanker otak, atau apa itu aku tidak mau mengingatnya lagi. Kuharap sakit kepalaku hanya sebatas sakit kepala biasa yang bisa sembuh dan hilang ketika minum obat yang ada di warung di samping rumahku, meskipun pada kenyataannya aku tidak pernah minum obat-obatan kecuali ketika aku sedang demam saja.

Aku mengembalikan buku seharga tiga puluh dua ribu rupiah itu kembali ke raknya segera setelah aku menyadari aku tidak mengerti apa-apa dari apa yang ada di dalam buku itu. Aku melihat-lihat tumpukan buku lain di dekatnya, berharap mendapat buku yang membahas sakit kepala tipeku secara lebih spesifik, tapi bahkan buku tadi adalah satu-satunya buku yang membahas tentang sakit kepala. Aku pergi deh.

Di bagian agama, aku membaca buku berjudul “Wanita-Wanita Penghuni Surga” kalau tidak salah sih. Aku membacanya dengan penuh harap, apakah segala yang kulakukan sebagai muslimah selama ini termasuk ke dalam kegiatan yang bisa membawaku ke surga.

Jujur, aku adalah orang yang perlu diingatkan, perlu diberi pemikiran-pemikiran baru ya salah satunya dengan cara membaca buku peringatan seperti buku yang kubaca tadi itu. Dan lagi-lagi aku merasa bahwa aku belum menjadi apa-apa, ada rasa takut kalau-kalau semua yang kulakukan ternyata tak berarti apapun bagiku. Tolong deh, siapa yang tahu apakah amal ibadahnya diterima atau tidak? Tapi itu pikiran yang  buruk, juga salah. Ingat itu teman-teman! Aku takut pikiran itu adalah prasangka buruk. Aku harus optimis dan terus berdoa agar semua yang telah kulakukan dan yang akan kulakukan kelak diridhai. Aamiin.

Leave a comment